PROMO BULAN INI

Nah.... Sekarang buat adik-adik yang dapat juara kelas !
Dapatkan Voucher Beasiswanya..

Untuk adik-adik yang :
JUARA 1 - dapat 4 bulan
JUARA 2 - dapat 3 bulan
JUARA 3 - dapat 2 bulan

Persyaratan:
Hanya lampirkan fotocopy raport sekolah pada saat pendaftaran..

Selain itu bagi yang mendaftar dapatkan HARGA KHUSUS !!!
untuk jam 13:00 - 14:00, Bisa hemat sampai Rp. 175.000,-

Buktikan Sendiri! Ayoo.. buruan daftar ya...

PASTIKAN PUTRA PUTRI ANDA LEBIH CERDAS DAN KREATIF BERSAMA KAMI MENHADAPI ERA GLOBALISASI


Kumpulkan Kapas Yang Tersebar

Dikisahkan, ada seorang pedagang yang kaya raya dan berpengaruh di kalangan masyarakat. Kegiatannya berdagang mengharuskan dia sering keluar kota. Suatu saat, karena pergaulan yang salah, dia mulai bejudi dan bertaruh. Mula-mula kecil-kecilan. Tetapi, karena tidak menahan nafsu untuk menang dan ingin mengembalikan kekalahannya, si pedagang semakin gelap mata. Akhirnya, uang jerih payahnya selama ini banyak terkuras si meja judi. Istri dan anak-anaknya terlantar dan mereka jatuh miskin.

Orang lain tidak ada yang tahu tentang kebisaanya berjudi itu. Maka, untuk menutupi aib tersebut, dia mulai menyebar fitnah. Ia mengatakan bahwa kebangkrutannya karena orang kepercayaan, yaitu sahabatnya, menghianati dia dan menggelapkan banyak uangnya.

Kabar itu semakin hari semakin menyebar, sehingga sahabat yang setia itu jatuh sakit. Ia menjadi sangat kurus, seperti tulang berbalut kulit saja. Mereka sekeluarga sangat menderita. Sebab, mereka dipandang penuh kecurigaan oleh masyarakat di sekitarnya, dan bahkan, akhirnya dikucilkan dari pergaulan.

Si pedagang tidak pernah mengira, dampak perbuatannya demikian buruk. Dia bergegas dating menengok sekaligus memohon maaf kepada si sahabat.” Sobat, aku mengaku salah! Tidak seharusnya aku menimpakan perbuatan burukku dengan menyebar fitnah kepadamu. Sungguh, aku menyesal dan minta maaf. Apakah yang bisa aku kerjakan untuk menebus kesalahan yang telah kuperbuat?”

Dengan kondisi yang makin lemah, si sahabat berkata,” Ada dua permintaanku. Pertama, tolong ambillah bantal dan bawalah kea tap rumah. Sesampainya disana, ambillah kapas dari dalam bantal dan sebarkan keluar sedikit demi sedikit.”

Walaupun tidak mengerti apa arti permintaan yang aneh itu, demi menembus dosa, si pedagang segera melaksanakan permintaan tersebut. Setelah kapas habis disebar, dia kembali menemui laki-laki yang sekarat itu.

“ Permintaanmu telah aku lakukan. Apa permintaanmu yang kedua?”

“ Sekarang, kumpulkan kapas-kapas yang telah kau sebarkan tadi,” kata si sahabat dengan suara yang semakin lemah. Si pedagang terdiam sejenak dan menjawab dengan sedih,” Maaf sobat, aku tidak sanggup mengabulkan permintaanmu ini. Kapas-kapas itu telah menyebar kemana-mana, tidak mungkin bisa dikumpulkan lagi.”

Dengan sisa tenaganya, si sahabat menjawab, “ Begitu juga dengan berita bohong yang telah kau sebarkan. Berita itu takkan berakhir hanya dengan permintaan maaf dan penyesalanmu saja.”

Si pedagang tertegun mendengar penuturan itu.” Aku tahu, engkau sahabat sejatiku. Walaupun akutelah berbuat salah yang begitu besar engkau tetap mau member pelajaran yang sangat berharga bagi diriku. Aku bersumpah, akan berusaha semampuku untuk memperbaiki kerusakan yang telah kuperbuat. Sekali lagi maafkan aku, sobat dan terima kasih atas pelajaranmu.” Dengan suara terbata-bata dan berlinang air mata, dipeluklah sahabatnya.

Pembaca yang budiman,

Seperti pepatah mengatakan, fitnah lebih kejam daripada pembunuhan. Kebohongan tidak berakhir dengan penyesalandan permintaan maaf. Karena itu, perlu kita pikirkan masak-masak sebelum kita menceritakan aib seseorang kepada orang lain. Bahkan, meskipun aib itu memang sebuah kenyataan. Kita butuh berpikir bijak, dampak buruk apa yang akan terjadi jika menyebarkan cerita kepada orang lain, yang mungkin akan bersambung ke orang lain dan seterusnya? Seperti kapas-kapas yang telah tersebar bersama angin lalu, bagaimana mungkin akan dikumpulkan kembali?

“ Mulutmu, harimaumu” itulah perumpamaanyang tepat untuk menggambarkan betapa berbahayanya sebuah omonganjika tidak dilandasi dengan kebenaran. Karena itu, sebaiknya kita waspada dan berhati-hati dengan apa yang kita ucapkan. Jangan sampai, aib orang lain atau bahkan kebohonganlah yang muncul dari mulut kecil kita.

Memang sulit bagi kita untuk menerima kesalahan yang telah kita perbuat sendiri. Bila mungkin, orang lainlah yang harus menanggung akibat kesalahan kita. Tapi, apakah itu akan menyelesaikan persoalan? Saya rasa tidak. Sebab, fitnah berakhir dengan penyesalan dan dosa yang harus kita pertanggungjawabkan. Bahkan, sebagaimana cerita tadi, akan sulit untuk mengembalikankepercayaan dan harga diri jika reputasi seseorang sudah ternoda oleh fitnah. Karena itu, akan jauh lebih nikmat jika kita bisa melakukan sesuatu yang membuat orang lain berbahagia. Salah satu caranya yaitu dengan lebih banyak menceritakan kebaikan-kebaikan orang lain daripada keburukannya.

“ Jauh lebih bijaksana jika kita bisa melakukan sesuatu yang membuat orang laen senang dan bahagia, dengan lebih banyak menceritakan kebaikan daripada keburukannya.”

0 komentar: