PROMO BULAN INI

Nah.... Sekarang buat adik-adik yang dapat juara kelas !
Dapatkan Voucher Beasiswanya..

Untuk adik-adik yang :
JUARA 1 - dapat 4 bulan
JUARA 2 - dapat 3 bulan
JUARA 3 - dapat 2 bulan

Persyaratan:
Hanya lampirkan fotocopy raport sekolah pada saat pendaftaran..

Selain itu bagi yang mendaftar dapatkan HARGA KHUSUS !!!
untuk jam 13:00 - 14:00, Bisa hemat sampai Rp. 175.000,-

Buktikan Sendiri! Ayoo.. buruan daftar ya...

PASTIKAN PUTRA PUTRI ANDA LEBIH CERDAS DAN KREATIF BERSAMA KAMI MENHADAPI ERA GLOBALISASI


Hukuman Sang Bangsawan

Dikisahkan, seorang bangsawan kaya dan terhormat tinggal bersama istri dan putranya yang tampan. Sang bangsawan setiap hari sibuk bekerja, demikian juga istrinya. Ia mempunyai berbagai kegiatan di luar rumah sehingga putra kecilnya lebih sering ditemani oleh pengasuhnya. Putra bangsawan itu berusia lima tahun dan sedangtumbuh dengan segenap kenakalan dan kebandelannya sebagai anak-anak. Keaktivan si kecil terhenti bila dia mulai menggambar, mencoret-coret tanah di halaman belakang, atau menggoreskan kuasnya ke berbagai permukaan yang disediakan oleh si pengasuh.

Sang bangsawan adalah pahlawan kebanggaan kota itu. Karena jasanya membela Negara, raja menghadiahkan sehelai kain sutera emas yang indah sekali. Suatu hari, saat si pengasuh lengah menjaga si kecil, terjadilah malapetaka. Si putra bangsawan ketika melihat kain sutera berlapis emas yang ada di atas meja, segera menjadikannya alas untuk menggambar. Akibatnya kain sutera nan indah itu coreng moreng penuh tinta hasil coretannya.

Ketika si bagnsawan dan istrinya tiba di rumah, dengan kegembiraan khas seorang anak, tanpa merasa bersalah sedikitpun, putra bangsawan itu memamerkan hasil coretannya diatas kain sutera emas pemberian sang raja. Seketika itu, sang bangsawan kaget dan langsung meledak amarahnya. Sambil berteriak diambilnya laat pemukul.

“ Dasar anak nakal, yang kamu corat coret itu adalah sutera emas penghargaan raja kepada ayah! Kamu memang nakal! Rusak sudah kehormatan ayahmu ini! Memangnya tidak ada tempat lain untuk menggambar!” tanpa berpikir panjang, bangsawan itu terus memukuli tangan si anak dengan alat pemukul.

“ Ampun ayah, ampun! Sakit yah,” rengek si kecil sambil meringis menahan sakit. Ia tidak tahu mengapa ayahnya tiba-tiba memukulnya. Sementara, sang ibu terhenyak menyaksikan kain sutera yang rusak dan terdiam menyaksikan kemarahan sang suami, tanpa bisa berbuat apa-apa.

Keesokan harinya, saat si kecil dimandikan, terdengar lirih suara tangis kesakitan dari kamar mandi. Pukulan ayahnya kemarin ternyata meninggalkan luka di jari dan telapak tangannya. Selang beberapa hari, si pengasuh ketakutan melaporkan kepada si ibu bahwa putranya sakit, panas tinggi hingga mengigil. Karena merasa itu sakit biasa, sang ibu hanya menyuruh pembantunya memberikan obat penurun panas.

Namunm karena panas badan putranya tak kunjung reda, seolah tersadar, mereka tergesa-gesas membawanya ke dokter. Ternyata, menurut sang dokter luka bekas pukulan tadilah yang membuaat anaknya demam tinggi. Bahkan kini bekas pukulan itu menjadi bengkak kehitam-hitaman yang membuat tangan putra mereka terpaksa harus diamputasi demi menyelamatkan nyawanya.

Saat putra mereka sadar pasca operasi, dilihatnya ayah ibunya dan si pengasuh menunggui di sisi tempat tidur dengan tatapan sedih dan baerurai air mata. Sang putra pun menyapa mereka,” Ayah Ibu, jangan begitu sedih. Sungguh ananda menyesal dan mohon maaf menbuat ayah dan ibu marah dan kesal. Tapi tolong yah, Bu. Kembalikan tangan ananda, karena tanpa tangan ini bagaimana ananda bisa menyalami untuk memohon ampun?”

Mendengar kata si kecil, meledaklah tangis kedua orangtua itu. Mereka sadar,penyesalan sedalam apapun tidak akan pernah mengembalikan utuh tangan anak mereka.

Pembaca yang bijak,

Kemarahan yang tidak terkendali sesungguhnya adalah emosi yang membutakan mata hati. Tidak peduli apapun akibat dan hasilnya, penyesalan selalu datangnya belakang menyertainya. Sebab, emosi yang tidak terkontrol bisanya hanya akan memperpanjang masalah yang terjadi. Tak jarang, emosi yang berlebihan justru akan menimbulkan dampak masalah ini.

Tanpa kendali diri, kemarahan yang meledak-ledak, kebencian yang mengakar, kedengkian yang menggerogoti akal sehat, dan dendam yang membara, sangat berpotensi merusak diri kita sendiri.hubungan baik dengna sekeliling lita pun akan tergangu. Dan jika itu terjadi, akan sangat sulit bagi kita mengembalikan hubungan baik seperti sebelumnya, sesulit mengembalikan tangan si anak kembali utuh seperti dalam cerita diatas.

Karena itu, alangkah sejuknya bila kita mampu mengendalikan setiap emosi yang negative dan menjadi majikan bagi diri sendiri. Niscaya, dengan mengendalikan emosi secara lebih bijak, kehidupan di muka bumi akan damai, jauh dari malapetaka, dan tanpa rasa sesal si kemudian hari.
“ Kemarahan yang tidak terkendali sesungguhnya adalah emosi yang membutakan mata hati. Tidak peduli apapun akibat dan resikonya, penyesalan di belakang menyertainya.”

0 komentar: